![]() |
Atribusi : profariz.com |
Istri mencium tangan suami saat sang suami hendak berangkat kerja sudah menjadi sebuah kebiasaan yang cukup umum dalam masyarakat Indonesia. Di banyak tempat, pemandangan seperti ini bisa dilihat dalam keseharian.
Tidak jarang bahkan saat sang istri mengantarkan suaminya ke halte bus atau ke tempat dimana angkutan umum berada, banyak wanita tidak segan mengulurkan tangan ke arah suaminya dan kemudian mencium tangan suaminya.Beberapa kali juga ada adegan sang suami kemudian membalasnya dengan mencium kening istrinya.
Biasanya adegan selanjutnya mereka akan berpisah. Sang suami naik kendaraan ke kantor dan sang istri kembali ke rumah.
Ada masalah dengan kebiasaan ini?
Tidak sama sekali. Bahkan sebenarnya saya suka melihat hal tersebut. Terlihat adanya jalinan kasih antar sepasang suami istri.
Tetapi, saya dan istri tidak melakukannya.
Kami berdua juga tidak menggantinya dengan ungkapan perasaan gaya masyarakat Barat yang lebih ekspresif. Tidak ada hug atau pelukan atau ciuman dilontarkan juga.
Sebagai orang yang dibesarkan dalam budaya Timur, tentunya kami berdua juga menyadari bahwa norma-norma ke-Timur-an bisa menyebabkan lirikan tajam dari orang sekitar. Sebuah hal yang tentunya sangat tidak diharapkan karena pada akhirnya membuat diri sendiri tidak nyaman.
Ada beberapa hal yang menjadi bahan pertimbangan mengapa saya tidak berkeinginan mendapatkan perlakuan tersebut.
Istri bukan bawahan
Entah mengapa ada sedikit ketidaknyamanan di saat istri mencium tangan saya.
Tindakan mencium tangan dalam budaya Timur di Indonesia adalah sebuah simbol penghormatan dari seseorang terhadap orang lainnya.
Sejak kecil, biasanya kita diajarkan untuk melakukannya kepada orangtua atau guru. Tujuannya adalah untuk menunjukkan rasa hormat terhadap orang yang dicium tangannya.
Dengan kata lain ada situasi dimana ada yang “lebih tinggi” dan “lebih rendah”. Tidak dalam artian negatif tetapi dalam prosesi mencium tangan ada orang di posisi dihormati dan menghormati. Keduanya tidak berada dalam posisi yang sejajar atau sederajat.
Pandangan saya tentang sebuah pernikahan adalah baik pria dan wanita adalah berada dalam posisi yang sejajar dan sederajat. Tidak ada yang lebih tinggi dibandingkan keduanya.
Banyak cara lain untuk menghormati
Tentu saja saya menyadari bahwa banyak yang berpendapat bahwa istri mencium tangan suami adalah sebuah hal yang hampir “wajib” dilakukan. Hal itu untuk menunjukkan simbolisasi dari penghormatan istri terhadap suami, sang pemimpin atau kepala keluarga.
Tetapi, mungkin saya berpendapat lain.
Banyak cara untuk menunjukkan rasa saling hormat antara pasangan suami istri. Tidak selalu dengan mengikuti tradisi yang sudah ada.
Berbicara dengan halus, tidak membentak, tidak bersuara keras, dan bahkan diam ketika salah satunya berbicara adalah bentuk-bentuk lain cara menunjukkan rasa hormat. Tidak perlu harus selalu dengan melakukan tradisi atau kebiasaan sebelumnya.
Istri adalah teman, sahabat, partner
Mungkin karena saya terlalu banyak bergaul di perkotaan dan bersentuhan dengan budaya lain, saya tidak bisa melihat posisi suami istri sebagai posisi atasan dan bawahan.
Tentunya sebagai lelaki memang saya diharapkan untuk bertindak sebagai leader, kepala, pemimpin. Meskipun demikian, saya tidak bisa menganggap atau menempatkan istri sebagai “bawahan”.
Istri bagi saya adalah teman yang akan selalu ada. Ia juga adalah sahabat dimana kami bisa saling bertukar pikiran atau berbagi perasaan senang ataupun sediih. Sang mantan pacar pun adalah partner dalam memecahkan masalah yang hadir dalam kehidupan berkeluarga.
Teman, sahabat, partner, tidak saling mencium tangan sebagai cara menunjukkan rasa hormat. Hal itu ditunjukkan dalam bentuk lain.
Hubungan suami istri adalah sesuatu yang pribadi
Mungkin saya terlalu “Timur”. Apa yang terjadi antara seorang suami dan istrinya adalah sebuah hal yang pribadi, privat. Kelebihan atau kekurangan, atau apapun yang terjadi di antaranya biarlah diketahui hanya oleh kami, dan Tuhan, tentu saja.
Rasa hormat antar kami berdua, sebagai suami istri biarlah tetap menjadi hal istimewa bagi kami berdua saja. Tidak perlu orang lain mengetahuinya.
Oleh karena itulah, kami bersepakat untuk tidak menghidupkan kebiasaan seperti yang lain, yaitu istri mencium tangan suami, yaitu saya.
Bukan berarti kami tidak pernah melakukannya. Dalam situasi tertentu, seperti Idul Fitri, saat bermaaf-maaf-an, istri saya pun mencium tangan saya di muka keluarga besar.
Hal tersebut dilakukan lebih kepada menyesuaikan dengan situasi dan kondisi yang sedang dihadapi dibandingkan melakukan berdasarkan kebiasaan. Bagaimanapun kami berdua harus tetap berinteraksi dengan masyarakat yang terkadang membuat kita harus menyesuaikan diri dengan tradisi atau kebiasaan sekitar.
Tetapi, saya tetap senang melihat adegan istri mencium tangan suami dimanapun. Ada kemesraan terlihat disana. Lagi pula, saya menyadari 100% bahwa setiap keluarga berbeda. Masing-masing memiliki caranya sendiri untuk mengungkapkan perasaan antar suami istri.
Bagaimana dengan Anda? Apa yang Anda dan istri/suami lakukan saat hendak pergi ke kantor?
Kalau saya? Maaf. Seperti dikatakan di atas, biarlah hanya kami berdua yang tahu.