Kakek Nenek Lebih Sayang Cucu Daripada Anak Sendiri

Ada sebuah pepatah – atau bisa disebut anekdot atau pandangan umum dalam masyarakat – bahwa “kakek nenek lebih sayang cucu” daripada anak sendiri.

Kehadiran “pepatah” seperti ini hadir karena dalam kehidupan sehari-hari, sudah merupakan hal yang biasa kalau seorang ayah dan ibu terkadang berdebat tentang sang cucu. Biasanya kakek dan nenek akan berada pada posisi membela si cucu dan berhadapan dengan orangtuanya.

Masalah kecil, seperti anak merengek, bisa menjadi benturan antara dua pihak yang sebenarnya sangat menyayangi anak tersebut.

Sesuatu hal yang sebenarnya biasa saja, tetapi kerap bisa menjadi permasalahan panjang di kemudian hari. Bukan hanya bisa berimbas kepada hubungan anak beranak itu, tetapi juga terhadap perkembangan dari si “cucu” sendiri.

Benarkah Kakek/Nenek Lebih Sayang Cucu Daripada Anaknya Sendiri?

Relatif memang dan akan tergantung sudut pandang masing-masing. Bisa dikata bisa benar, bisa juga tidak.

Tetapi, kalau saya sendiri akan mengatakan bahwa hal itu “TIDAK BENAR”. Buktinya adalah kita bisa berdiri sendiri sebagai manusia, menikmati hidup dengan cara kita, berumahtangga, dan banyak hal lain, disana ada peran besar dari orangtua.

Mereka berjuang mencari nafkah dan membimbing sampai pada akhirnya kita berdiri sendiri.

Dan, mereka melakukannya dalam waktu yang sangat panjang. Untuk masyarakat Indonesia, umumnya, seorang anak lepas dari orangtua dan mendirikan rumahtangganya sendiri sekitar 25 tahun. Sebuah periode yang jauh dari kata pendek.

Selama itu para orangtua berusaha memastikan anaknya bisa tumbuh dan berkembang sebelum kemudian melepasnya menghadapi dunia.

Tidak bisa dibilang “TIDAK SAYANG”.

Cucu Pengganti Anak

Masalah utama terjadi ketika sang anak lepas dari orangtuanya, sang orangtua akan mengalami rasa kehilangan. Sesuatu yang kerap meninggalkan “lubang” di hati dalam nama kesepian.

Sesuatu yang tentunya menjadi masalah tersendiri.

Ketika seorang cucu lahir, maka kerap para kakek dan nenek terlalu bahagia sehingga memposisikan sang cucu sebagai pengganti sang “anak”. Mungkin dengan begitu mereka merasa tidak lagi kesepian.

Oleh karena itu, sebagai perwujudan rasa sayangnya, mereka tidak segan melakukan apa saja untuk sang cucu. Yang penting mereka berharap sang cucu bahagia dan senang. Mereka juga tidak ingin “anaknya” itu disakiti orang lain.Tidak jarang mereka membiarkan sang cucu melakukan hal-hal yang kurang bagus karena tidak ingin ia merasa tersakiti.

Kerap mereka lupa bahwa sang cucu punya orangtua, anak mereka sendiri.

Dan, benturan itu terjadi karena pada akhirnya ada “sedikit perebutan” wewenang tentang siapa yang harus “mengasuh” sang cucu. Bukan dalam artian sebenarnya, tetapi biasanya terlihat pada tindakan di keseharian. Para kakek nenek akan cenderung memanjakan sang cucu dan bersikap lebih longgar, bahkan jika dibandingkan kepada para anak mereka.

Tidak jarang kakek dan nenek akan “bertarung” demi sang cucu ketika ia dimarahi, bahkan oleh orangtuanya sendiri. Tindakan memarahi ini kerap diartikan sebagai “menyakiti” orang yang disayanginya. Terkadang karena mereka lupa bahwa yang memarahi itu adalah bapak ibunya sang cucu sendiri, yang tentunya sayang kepada anaknya sendiri.

Dari sanalah kira-kira asal pepatah itu lahir.

Jika dipandang dari sisi yang ini, memang bisa diartikan kakek nenek lebih sayang kepada cucu (dengan membela dan melindungi) . Mereka bahkan menganggap orangtuanya sebagai orang luar yang hendak “menyakiti” sang cucu.

Efek Rasa Sayang Kakek Dan Nenek Yang Berlebihan Tidak Selalu Baik Hasilnya

Tidak ada yang bagus dari sesuatu yang berlebihan. Rasa sayang juga termasuk didalamnya.

Sikap kakek dan nenek yang kerap “melindungi” sang cucu tidak selalu menghasilkan yang baik. Banyak juga hal buruk yang muncul akibat sikap seperti ini, seperti :

  • pola asuh yang ditetapkan oleh orangtua si “cucu” tidak berjalan dengan baik karena selalu mendapatkan penentangan dari para kakek/nenek
  • sikap tidak hormat dari anak kepada orangtuanya juga sering muncul karena sang cucu merasa mendapat perlindungan dari pihak lain (yang kadang dianggap lebih powerful)
  • sikap manja yang berlebihan karena proteksi kakek dan nenek
  • benturan dalam keluarga antara kakek-nenek dan orangtua si cucu
  • sifat egois yang hadir dalam diri sang cucu karena keinginannya sering dituruti oleh kakek neneknya

Pepatah inilah yang sebenarnya bisa diselesaikan dengan hal sederhana, yaitu tinggal terpisah dari orangtua/kakek nenek setelah menikah.

Tetapi, dengan begitu ada ruang dimana sang cucu bisa berada dalam sebuah lingkungan dimana orangtuanya bisa memegang “kendali” dalam pengasuhan anak mereka sendiri . Tanpa campur tangan “orang lain”.

Dengan begitu hanya akan ada satu arah yang dituju. Sebuah kapal akan susah memiliki tujuan kalau ada dua nahkoda di dalamnya. Begitu juga dalam hal keluarga dan pengasuhan anak.

Tidak berarti sang cucu tidak boleh menyayangi dan disayangi oleh kakek neneknya. Tetapi, kontrol pengendali pengasuhan haruslah tetap berada di tangan orangtua sang anak. Bukan kakek neneknya.

+ posts

8 thoughts on “Kakek Nenek Lebih Sayang Cucu Daripada Anak Sendiri”

  1. Ortu saya biasa aja sama anak saya, hahahaha.
    Kalau sama anak kakak saya, baru deh perhatian hiks
    MUngkin karena anak kakak saya sering ke rumah ortu saya, beda dengan saya.

    Kalau mertua saya, sama aja memperlakukan cucunya dengan anak-anaknya.
    Terutama ibu mertua.

    Baik anaknya maupun cucunya selalu dimanja.
    Untungnya anak-anaknya gak jadi anak gak tahu diri, meski dimanja, tapi mereka selalu mau bantuin ibunya kalau lagi di rumah ibunya 😀

    Mengenai pola asuh, saya juga berbeda dengan mertua, jauh banget.
    Kalau saya, semua ada jadwalnya.
    Gak boleh begini, kalau belum begitu.

    Kalau mertua, kalau ngantuk ya tidur, kalau lapar ya makan hahahaha.
    Dulu waktu masih kerja saya sempat tinggal di rumah mertua, dan ibu mertua kesal karena saya bangunin bayi pukul 5 pagi buat mandi dan sarapan, padahal bayi masih ngantuk.

    Ya kan, saya harus kerja.
    Kalau gak dimandiin subuh-subuh, telat dong saya hahahaa

  2. Hahahaha… betul kan.. pola asuhnya berbeda..

    Ada untungnya kalau tidak terlalu dekat sama kakek neneknya, bukan berarti "jauh" tetapi karena disana ada ruang untuk menerapkan pola asuh yang kita mau..

    Pasti berbeda setiap orang

  3. Hehehe..walaupun unduul saya sudah terbiasa bangun kalau dengar adzan subuh abis itu emaknya sholat abis sholat mandiin si unduul tetap aja makannya kan jam 6, jadinya gampangnya telat deh 😂😂

Comments are closed.