Ketika Anak Menuntut Diajarkan Berkendara Padahal Usianya Belum Mencapai 17 Tahun

Sebuah perjuangan tersendiri di zaman dimana MEMBENARKAN YANG BIASA lebih dominan dibandingkan MEMBIASAKAN YANG BENAR. 
Bagaimana tidak? 
Aturan hukum sudah menetapkan dengan sangat jelas bahwa seorang pengendara, baik sepeda motor atau mobil, haruslah berusia 17 tahun. Kenyataannya, di lapangan, mudah sekali ditemukan anak-anak yang belum mencapai usia tersebut bersliweran di atas kendaraan bermotor.
Masyarakat sepertinya sudah sangat mafhum atau menerima keadaan seperti itu.
Efeknya sangat tidak menyenangkan bagi para orangtua yang tetap berpegang pada aturan yang berlaku. Banyak anak akan juga menuntut agar diperkenankan untuk melakukan yang sama. Mereka ingin agar bisa ikut juga mengendarai kendaraan bermotor.
Tentunya, bisa dimengerti alasan di belakang permintaan itu. Rasa rendah diri karena teman-teman sebayanya sudah berlalu lalang dengan kendaraannya sendiri, sedangkan mereka harus mengandalkan angkot atau berjalan kaki. 
Tidak keren tentunya. Apalagi di dalam masyarakat dimana materialisme dan status menjadi salah satu bagian penting, penampilan seseorang sering dilihat hanya sekedar dari sudut peampilan saja. Kendaraan menjadi salah satu tolok ukur “keren” tidaknya mereka.
Ruwet.
Jika diikuti, ada dampak buruk yang tidak terlihat di masa depan, seperti memaklumi adanya pelanggaran hukum dna pembiaran atas kecurangan. Jika tidak diikuti, rengekan anak akan terus-menerus hadir dalam setiap perbincangan.
Dilema yang kerap hadir di hadapan para orangtua.
Yang mana yang harus dipilih? Bisakah dikompromikan?
Bagi saya, cara terbaik dalam memecahkan masalah ini adalah dengan mengatakan TIDAK, dalam huruf besar dan digarisbawahi. Tidak ada kompromi apapun yang akan ditawarkan.
Hidup bukanlah hanya sekedar penampilan untuk menyenangkan orang lain. Hidup adalah juga berarti menjaga keteraturan dan tentang melakukan yang BENAR dengan cara yang BENAR pula. 
Membiarkan anak di bawah umur berkendara adalah sebuah kesalahan fatal. Meskipun banyak orang mengatakan sudah biasa, tetapi bila itu dilakukan, maka suatu waktu, saya harus memaklumi kalau mereka melakukan kesalahan.
Sesuatu yang tidak akan pernah masuk logika manusia beradab.
Satu-satunya cara adalah dengan mengatakan yang seharusnya dikatakan, yang sebenarnya. Ketika usia mereka mencapai batas minimum yang diizinkan, yaitu 17 tahun, maka saya akan mempersilakannya untuk berkendara. Bahkan, pada saat itu, saya menjanjikan untuk mengajari cara berkendara, baik sepeda motor atau mobil.
Tetapi, tidak sebelumnya.
Memang ia akan menghadapi perasaan rendah diri dan orangtuanya pun akan menghadapi kritikan paa tetangga yang merasa bahwa saya sudah seharusnya mengajarkan anak sendiri. 
Tetapi, berpikir sederhana saja, ketika terjadi kecelakaan, apakah yang tetangga bisa lakukan selain mengatakan “KASIHAN”. Apakah mereka mau bertanggungjawab terhadap biaya yang harus dikeluarkan kalau terkena masalah? Mana lah mungkin.
Anak saya lebih berharga dibandingkan tetangga atau orang lain. Lalu mengapa saya harus membuat mereka senang dengan membahayakan anak sendiri. NO WAY! 
Juga, saya ingin agar sang anak belajar bahwa melakukan yang BENAR itu tidak akan pernah mudah dan banyak tantangannya. Tetapi, jika ia bisa menghadapi tantangan seperti itu, maka ia akan menjadi manusia yang lebih beradab yang bisa membantu membuat masyarakatnya lebih maju di masa depan.
Sesuatu yang hanya bisa dilakukan dengan MEMBIASAKAN YANG BENAR dan bukan MEMBENARKAN YANG BIASA.

+ posts