Membandingkan Anak : Semua Anak Berbeda

Membandingkan anak seringkali tak terasa sering dilakukan oleh orangtua. Bagaimanapun, para orangtua memiliki keinginan menjadi anak seperti yang “mereka inginkan”.

Oleh karena itu, tidak jarang ketika sang anak dianggap melenceng mereka segera diperingatkan agar segera melakukan koreksi pada dirinya.

Sebuah hal yang wajar sebenarnya, itulah fungsi dan peran orangtua. Masalahnya terkadang, secara sadar atau tidak sadar para orangtua “terpaksa” membanding-bandingkan anak mereka dengan anak lain, seperti anak saudara, tetangga, bahkan orang yang tidak mereka kenal.

Ungkapan-ungkapan seperti di bawah acapkali terlontar dari mulut orangtua, terutama di saat sedang marah bin kesal.

  • “Kamu itu nakal sekali. Tidak bisakah kamu diam seperti si A. Dia tidak pernah membantah orangtuanya”
  • “Bantu ibu dong. Contoh tuh si B yang tiap hari membantu mengerjakan ibunya mengurus rumah”
  • “Jangan malas. Kamu harus coba seperti si C yang tekun belajar dan ikut les ini dan itu”

Pernah kah Anda mengatakannya?

Kemungkinan besar pastinya.

Efek Membandingkan Anak

Kalau boleh saran, ada baiknya, kalau kita terbiasa untuk memarahi anak dengan cata demikian, sebaiknya dihentikan. Setidaknya dikurangi.

Ada efek yang tidak disadari yang akan membekas di dalam hati sang anak. Tentunya, efek ini bisa memberikan dampak jangka panjang, kalau dilakukan secara terus menerus.

Efek yang dimaksud adalah :

1. Perasaan Rendah Diri

Siapa sih yang tidak akan merasa rendah diri kalau secara terus menerus dianggap lebih “rendah” dan “tidak mampu” dibandingkan orang lain.

Anak juga punya perasaan. Mereka bisa jadi merasa minder kalau orangtuanya sendiri menganggap dirinya tidak baik, pandai, rajin, seperti yang lain.

2. Perasaan Tidak Diinginkan

Marahnya orangtua bisa diartikan bahwa sang anak tidak mampu memenuhi apa yang dikehendaki orangtuanya. Gagal.

Kemungkinan besar sekali ia akan merasa menjadi anak yyang tidak diinginkan. Bisa jadi, sang anak akan berpikiran bahwa orangtuanya sebenanrya menginginkan si A, B, atau C yang menjadi anaknya.

3. Antipati

Sang anak pun, yang merasa dirinya sebagai anak yang gagal dan tidak diinginkan, bisa mengambil sikap antipati terhadap orangtuanya dan bahkan si anak yang dijadikan contoh.

Mereka bisa menjadi seorang pemberontak yang justru akan menentang apa yang disarankan orangtuanya, bahkan tanpa melakukan pertimbangan lagi.

4. Hubungan orangtua dan anak renggang

Sulit sekali membangun sebuah hubungan yang harmonis, ketika salah satu pihak merasa selalu direndahkan dan dianggap tidak ideal.

Komunikasi tidak akan berjalan dengan baik. Salah satu pihaknya, sang anak bisa jadi hanya akan mengangguk dan mengiyakan apa yang dikatakan orangtuanya, meskipun dalam hatinya mereka menolak.

5. Menyakiti hati

Membandingkan anak dengan anak lain atau bahkan kakak atau adiknya sendiri sudah pasti akan menyakiti hatinya.

Padahal, bukankah seharusnya orangtua melindungi sang anak dari rasa sakit?

Kesemua itu apabila dilakukan secara terus menerus akan terus terbawa dan membentuk karakter si anak. Kalau tidak disadari, pada akhirnya akan membuat hubungan anak dan orangtua menjadi tidak bai. Begitu juga dengan perangainya.

Jangan Membandingkan Anak, Setiap Anak Berbeda

Kenyatannya memang demikian. Setiap manusia berbeda. Tidak ada yang sama.

Anak adalah manusia. Sudah pasti ia akan berbeda. Tidak akan ada yang sama.

Kita, para orangtua tidak seharusnya meminta anak kita menjadi si A, B, dan C karena hal itu tidak mungkin terjadi. Mereka adalah berbeda.

Memang para orangtua tentunya memiliki nilai-nilai ideal yang mereka ingin agar anaknya menganutnya. Meskipun demikian, orangtua tidak seharusnya memaksakan nilai-nilai itu.

Anak tetap manusia yang memiliki haknya sendiri, hak untuk menentukan jalan hidupnya sendiri. Para orangtua bertugas untuk mengajarkan yang terbaik yang bisa mereka lakukan agar sang anak bias survive dalam kehidupannya nanti.

Bukan menjadi apa yang diinginkan orangtuanya.

Membandingkan anak seperti memaksakan mereka untuk menerima dan mengadopsi pola pikir dan gaya hidup orangtuanya. Hal itu cenderung mengebiri perkembangan dan kemauan sang anak.

Oleh karena itu, seharusnya tidak perlu membandingkan anak dengan yang lain. Efek jangka panjangnya akan terasa mahal di kemudian hari, dan sayangnya, ketika efek buruknya terlihat, sudah sangat terlambat untuk membenahinya lagi. Tidak ada fasilitas re-wind dalam kehidupan.

Marah, kesal boleh saja. Orangtua tetap saja manusia. Menyampaikan nilai-nilai ideal yang kita inginkan, bukan juga sebuah masalah.

Tetapi, jangan lakukan dengan melakukan perbandingan antara sang anak dengan orang lain.

+ posts