Sangat bisa dimaklumi bagi pasangan muda mengingat pesta pernikahan biasanya akan menghabiskan hampir semua dana tabungan. Lagipula, setelah puluhan tahun hidup bersama dengan keluarga memutuskan kemudian untuk hidup terpisah dari mereka-mereka yang begitu kita sayang bukanlah hal yang mudah.
Banyak sekali kebimbangan yang akan muncul di dalam hati.
Meskipun demikian beberapa hal ini bisa dijadikan menunjukkan kalau tidak tiinggal dengan orangtua setelah menikah justru merupakan sebuah langkah yang terbaik.
Alasan untuk tidak tinggal dengan orangtua setelah menikah
1. Belajar mandiri
Pasangan suami istri adalah dua orang dewasa yang sudah harus bisa berdiri sendiri. Mereka harus mampu menyelesaikan segala permasalahan yang akan hadir dalam kehidupan mereka berdua, tanpa bantuan orang lain.
Berada dalam di rumah orangtua atau mertua tidak memungkinkan hal itu terjadi. Kebiasaan selama masih menjadi anak dari seseorang akan terus berlangsung selama masih berada di rumah yang sama.
Naluri seorang anak untuk terus bergantung pada orangtua sulit untuk membuat pasangan itu menjadi mandiri.
Berbeda jika tinggal di rumah terpisah, sepasang suami istri terpaksa harus terlepas dari tempatnya bergantung selama ini dan belajar untuk hidup di atas kakinya sendiri.
2. Tidak bisa menentukan peraturannya sendiri
Sebuah keluarga adalah unit masyarakat terkecil dengan struktur dan peraturannya sendiri. Di dalamnya ada pemimpin dan anggota tim yang lain.
Bila tetap tinggal dengan orangtua setelah menikah, sebuah pasangan tidak akan bisa berjalan normal. Mereka harus mengikuti aturan yang ada di rumah dimana mereka tinggal yang ditetapkan orangtuanya.
Segala sesuatu yang dilakukan harus mengikuti aturan yang tidak ditetapkannya sendiri dan harus menyesuiakan.
3. Dual kepemimpinan (atau triple)
Sebuah keluarga dan rumah, sama seperti perahu, seharusnya hanya ada satu nahkoda supaya dapat berjalan ke satu arah tujuan saja.
Dalam sebuah rumah, biasanya sang suami yang menjadi pemimpin itu. Tetapi, kalau di sebuah rumah ada beberapa orang bertitel “suami” maka akan terjadi kebingungan yang mana yang menentukan arah tujuan rumah tersebut.
4. Potensi konflik semakin besar
Semakin banyak orang, otomatis potensi terjadinya sebuah konflik akan semakin besar. Bahkan sebelum menikah pun seorang anak tidak jarang terlibat dalam konflik dengan orangtuanya karena perbedaan pendapat.
Kemungkinan itu akan semakin membesar ketika ada menantu tinggal di rumah yang sama. Tambahan satu orang yang tidak terbiasa dengan lingkungan adalah sebuah faktor tambahan yang bisa menjadi pemicu pertengkaran.
5. Tidak bebas
Mau tidak mau dengan aturan yang ditetapkan oleh orangtua, meskipun sudah menikah, pasangan itu harus menyesuaikan diri.
Mau pulang malam tidak enak. Sedang kesal dengan istri atau suami tidak bisa marah takut terdengar oleh orangtuanya. Mau jajan sendiri kesannya egois karena tidak mau berbagi, padahal uang hanya segitu-gitunya.
Tidak bisa bebas karena mau tidak mau harus memikirkan perasaan yang lain.
6. Tidak bagus buat perkembangan anak
Masalah akan bertambah ketika seorang atau dua anak lahir. Kegembiraan hadir bagi semua anggot rumah, untuk sementara.
Tidak berapa lama berselang permasalahan akan timbul karena pola didik yang ingin diterapkan tidak akan bisa berjalan sesuai dengan kemauan. Nenek atau kakek akan ingin ikut serta dalam kehidupan sang cucu, termasuk diantaranya mengajarkan sesuatu yang mungkin saja tidak kita setujui.
Tarik menarik antara orangtua dan kakek nenek akan memberikan efek yang tidak baik bagi perkembangan si anak sendiri. Ia akan selalu bisa berlindung kepada kakek atau nenek ketika dimarahi orangtuanya, sesuatu yang akan membuat rasa hormat sulit ditanamkan kepadanya.
7. Pengeluaran lebih banyak
Salah satu alasan untuk tetap tinggal dengan orangtua setelah menikah adalah menghemat. Kalau harus pindah ke rumah sendiri maka semua harus diurus sendiri dan pengeluaran sepertinya bisa besar.
Asumsi yang sebenarnya bisa sangat salah. Tinggal bersama orangtua setelah menikah bisa juga menyebabkan pengeluaran menjadi lebih besar dan membuat APBRT (Anggaran Pendapatan dan Belanja Rumah Tangga) jebol.
Mau nonton TV, tidak bisa memilih channel sendiri. Orangtua sukanya sinetron India, sedangkan menantu sukanya melihat Syahrini nan centil. Beli satu TV lagi.
Alhasil pengeluaran listrik naik dan mau tidak mau harus ikut menyumbang untuk membayarnya.
Orangtua mengajak piknik atau makan di luar, padahal dalam APBRT, dana itu tidak dianggarkan karena hutang biaya pernikahan belum lunas. Tidak ikut, tidak enak. Yo wis lah gesek saja kartu kredit dulu.
Tidak selamanya tinggal dengan orangtua bagi pasangan suami istri berarti lebih hemat. Sangat bisa jadi justru pengeluaran bisa tidak terkontrol.
8. Tekanan masyarakat
Bisik-bisik tetangga seharusnya memang diabaikan. Tetapi, masalahnya kuping tidak bisa disimpan atau ditutupi. Mau tidak mau , seringnya, omongan orang tentang mengapa masih tinggal serumah dengan orangtua padahal sudah menikah akan terdengar.
Sekali mungkin masih bisa diabaikan, tetapi kalau terlalu sering kuping kita atau istri/suami rasanya akan panas juga. Emosi bisa saja naik.
Memang tinggal bersama orangtua atau mertua setelah menikah memberikan juga banyak keuntungan. Sayangnya dibandingkan dengan efek yang timbul dari itu, rasanya tidak seimbang.
Bukan karena tidak sayang kepada orangtua atau mertua, tetapi pasangan yang sudah menikah akan lebih baik untuk segera mencari tempatnya sendiri. Sebuah tempat dimana mereka bisa membangun keluarganya tanpa harus tergantung pada orang lain.
Tidak perlu harus selalu sebuah rumah yang sudah “fully equipped” alias rumah bagus dengan perabotan lengkap. Sebuah rumah kontrakan kecil dengan 1 kamar tidur dan dapur saja sebagai langkah awal sudah cukup. Kalau bisa lebih baik dari itu, kenapa tidak?
Yang penting bisa menjadi tempat bernaung bagi keluarga baru yang kita bentuk. Selama istri/suami ada bersama kita, itulah yang terpenting.
Susah? Sudah pasti. Banyak perjuangan yang harus dilakukan. Tetapi itulah jalan yang memang sudah seharusnya.
Itulah alasan mengapa saya saat menikah 15 tahun yang lalu memutuskan untuk “ngontrak” alias nyewa rumah sederhana 2 minggu setelah menikah. Meski hanya memiliki beberapa piring dan kasur saja, setidaknya bisa untuk makan dan tidak harua tidur di lantai.
Hasilnya, keluarga kecil kami sudah berdiri sendiri dan hubungan dengan keluarga besar, saudara, adik dan yang lain tetap terjaga dengan baik.
Tinggal terpisah dari orangtua setelah menikah justru membuat kami merasa lebih dekat dengan mereka. Tidak banyak konflik yang terjadi dan kami bisa berdiri sendiri.
Comments are closed.