Mengembangkan Diri Anak Dengan Memberi Uang Saku

Memberi uang saku kepada anak selalu menghadirkan sebuah dilema bagi para orangtua.

Meskipun terlihat sebagai masalah yang mudah dan sangat sederhana, ternyata tetap saja memerlukan pemikiran yang dalam dari orangtua. Keputusan apapun yang diambil, entah memberi atau tidak memberi, akan mempengaruhi perkembangan kepribadian seorang anak.

Kurang tepat dalam memberi uang saku pda anak pun dapat menombulkan ekses negatif pada sang anak.

Ruwet. Tidak semudah pertanyaannya. Banyak hal yang harus dipertimbangkan.

Bukan sekedar masalah uang.

Terutama dengan kondisi dan situasi zaman sekarang ini. Penganan atau jajanan banyak yang tidak sehat dan bahkan dapat membahayakan kesehatan. Banyak pula permainan yang  sebenarnya bisa berbahaya pada jiwa si anak dapat dijangkau kalau si anak mempunyai uang.

Orangtua menjadi khawatir, dan memang seharusnya begitu, tentang berbagi efek yang mungkin terjadi pada anaknya.

Tidak bisa disalahkan. Itu memang tugas para orangtua.

Bagaimana dengan saya?  Sama saja. Kalau saya tidak khawatir, maka artikel ini tidak akan ada.

Sebagai seorang ayah dari seorang Anak Baru Gede (ABG)  yang sedang puber, kecemasan itu bercokol dalam hati.

Meskipun demikian, saya memutuskan untuk “memberi uang saku” kepada anak saya. Bahkan sebenarnya si kribo sudah mulai menerima uang jajan ketika ia masih di bangku sekolah dasar.

Muda sekali bukan?

Ada beberapa alasan mengapa keputusan itu diambil. Tidak ringan, tetapi tetap harus ada langkah yang diambil pada masalah itu.

Semua pilihan memiliki resiko

Hidup adalah tentang menentukan pilihan. Itu kenyataannya, memang setiap hari kita dihadapkan pada berbagai opsi yang harus dipilih.

Semua opsi yang tersedia tidak datang sendiri, ia akan ditemani oleh yang namanya resiko atau konsekuensi. Sudah pasti itu.

Jadi mau tidak mau, langkah harus ditetapkan dan dijalani.

Yang membuat akhirnya diputuskan untuk memberi uang saku pada anak saya, sedini mungkin, adalah banyak manfaat dan kesempatan untuk mendorong pertumbuhan sang anak . Sangat banyak bahkan.

Pada saat bersamaan, resiko dan efek negatifnya bisa diperkecil dan diminimalisir.

Nah, kira-kira manfaat apa yang bisa didapat dari memberi uang saku pada anak yang ditemukan?

Silakam lanjut ke paragraf berikutnya.

Manfaat memberi uang saku pada anak

1) Mengajarkan anak bersosialisasi

Otomatis.

Kalau anak ingin membeli sesuatu, ia harus melakukan interaksi dengan orang lain, si penjual.

Ia harus menyampaikan niatnya membeli dan mempelajari tata cara jual beli.

Mau tidak mau ia harus berkomunikasi.

Dengan uang sakunya, ia harus bersosialisai dengan masyarakat yang lebih luas secara langsung tanpa perantara. Ia harus belajar mengenal dunia luar dan berinteraksi dengan berbagai macam orang.

Sesuatu yang akan terus dihadapinya nanti selama hidupnya.

2) Mengajarkan anak untuk mengatur keuangan

Pada saatnya nanti, seorang anak tumbuh dewasa dan memiliki penghasilan sendiri. Mereka tentu harus bisa mengatur arus uang masuk dan keluar agar dapat memenuhi kebutuhan hidupnya.

Pendidikan tentang ini bisa dimulai sejak awal dengan pemberian uang saku kepada anak.

Mereka bisa diperkenalkan sejak dini tentang cara mengatur uang mereka sendiri. Dengan begitu, pada saat sudah dewasa , mereka tidak lagi kagok atau canggung dan sudah terbiasa melakukannya.

3) Memberikan kepercayaan dan rasa percaya diri

Percaya diri tidak dibangun dalam semalam. Percaya diri harus ditumbuhkan sejak awal. Semua itu harus mulai dipupuk sejak masa kecil.

Siapa yang harus memupuknya? Para orangtua adalah orang terdekat yang bertanggungjawab terhadap hal ini.

Bagaimana seorang anak menjadi percaya pada dirinya sendiri ketika orangtuanya sendiri tidak percaya kepada mereka?

Memberi uang saku, menandakan bahwa orangtua mempercayai sang anak. Uang saku bukan sekedar uang karena merupakan simbol dan langkah awal dari kepercayaan orangtua.

Dengan begitu bisa diharapkan bahwa kepercayaan diri mereka akan tumbuh dan berkembang.

4) Mencegah perasaan minder

Berbeda sendiri dengan yang lain tentunya tidak akan membantu pertumbuhan seorang anak. Mereka bisa saja merasa terasing dari lingkungannya.

Bibit perasaan minder bisa saja tumbuh ketika seorang anak melihat teman-temannya berlarian ke kantin pada saat jam istirahat, sementara ia hanya duduk diam karena tidak ada uang di sakunya.

Hadirnya perasaan rendah diri yang tidak perlu seperti itu, bisa dihindari dengan memberikan sekedar uang jajan agar ia juga bisa bergabung dan mengalami sendiri pengalaman jajan bersama.

5) Memberikannya cadangan untuk menghadapi saat darurat

Tidak selamanya kita bisa mengantar dan menjemput anak. Ada kalanya, kita sebagai orangtua menghadapi kendala sendiri.
Sakit lah. Ada keperluan mendadak lah.
Banyak sekali kemungkinan untuk kita tidak bisa selalu mendampingi anak-anak kita.
Kalau tiba-tiba kita tak bisa menjemput ke sekolah, dan sang anak tidak memiliki uang untuk ongkos pulang, tentu akan menimbulkan situasi yang membingungkan.
Kebingungan seperti itu tidak perlu terjadi, kalau kita memberi kepercayaan kepada si anak untuk memegang uang. Mereka bisa mempergunakan uang sakunya sebagai ongkos.

6) Mengajarkan anak untuk berdiri sendiri

Oya. Dengan memberi uang saku kepada anak kita, hal itu berarti secara perlahan, tapi pasti, kita memberikan pendidikan untuk berdiri sendiri.
Apabila mereka memiliki sebuah keinginan, entah membeli sebuah barang atau sekedar menonton bioskop, kita bisa mengarahkannya agar menggunakan dananya sendiri.
Mereka harus belajar berpikir untuk memanfaatkan yang ada untuk kepentingannya dan tidak tergantung pada orangtua.
Kalau mereka menginginkan sesuatu, mereka harus menabung dan mengumpulkan uang sakunya. 

7) Membuat anak tahu konsekuensi dan resiko

Terus terang melihat seorang anak sakit karena jajanan di luar bukanlah pengalaman yang menyenangkan. Khawatir, sedih, bingung adalah perasaan yang timbul di hati setiap orangtua.
Meskipun demikian, di sisi lain, sang anak akan belajar untuk berhati-hati di kemudian hari. Mereka akan tahu ada resiko dan konsekuensi dari apa yang dipilihnya.
Kalau mereka jajan sembarangan, mereka akan menghadapi kemungkinan diare atau sakit.

8) Kesempatan mengajarkan empati dan peduli kepada lingkungan

Banyak orang tidak beruntung di sekitar kita. Jumlahnya jutaan orang yang bahkan sekedar makan pun susah. Pengemis adalah pemandangan umum di Indonesia.
Tidak jarang hati seorang anak merasa trenyuh melihat semua itu dan ia mungkin ingin berbagi. Hanya, bagaimana bisa berbagi kalau dirinya sendiri tidak memiliki sesuatu untuk diberikan.
Tentu saja, empati tidak selalu dalam wujud uang, tetapi memberikan uang kepada seseorang adalah cara termudah bagi mereka menunjukkan kepeduliannya.
Bisa juga dibayangkan kalau anak kita memiliki teman karib dari keluarga kurang mampu, ia tidak dibekali uang saku. Bukan kah itu sebuah kesempatan lain bagi anak kita untuk merangkul mereka walau hanya untuk sekedar makan gorengan?

9) Mengajarkan anak sebuah sistem

Uang memang bukan segalanya. Ada banyak hal yang lebih berharga dari itu.
Meskipun demikian, sistem yang berlaku pada masa kini sangat uang-oriented. Kapitalisme.
Suatu waktu mereka akan menjadi bagian dari masyarakat yang lebih luas lagi. Sebuah masyarakat yang memiliki sistem untuk membuatnya bergerak.
Salah satu bagiannya adalah tentang jual beli. 
Anak harus sadar bahwa untuk mendapatkan sesuatu, mereka harus membayarnya dengan uang. Tidak ada yang gratis.

10) Mengajarkan orangtua untuk mau melepas anaknya mandiri

Dalam tulisan sebelumnya, saya menuliskan bahwa dunia anak dan dunia orangtua suatu waktu akan terpisah. Seberapapun besarnya keinginan kita untuk terus bersama, hal itu sulit untuk terwujud.
Sudah menjadi kodrat manusia bahwa hal itu akan terjadi.

Dalam hal uang saku, sebenarnya bukan hanya anak yang harus belajar. Ada sisi dimana memberi uang saku kepada anak juga memberikan para orangtua pelajaran.
Pelajaran untuk percaya kepada penilaian anaknya. Pelajaran untuk memberikan anak kesempatan mencoba sesuatu. Pelajaran untuk membiarkan anak melihat dunia yang lebih luas.
Uang saku hanyalah simbol langkah awal orangtua mulai “melepaskan” anaknya secara perlahan. Uang jajan istilahnya membuka berbagai kesempatan pembelajaran bagi orangtua dan anak.
Itulah mengapa saya memilih untuk memberikan uang jajan bahkan saat anak masih berusia dini.
Bukan karena kelebihan uang, tetapi karena kesempatan pembelajaran lebih lanjut bagi kedua belah pihak terbuka. Saya dan istri akan belajar, begitu juga si anak.
Hal itu tidak akan terbuka kalau kami, orangtua bersikukuh untuk terus melindungi sang anak dari dunia luar. Tidak akan terjadi kalau kita terus memaksa sang anak didampingi dan tidak diberi kesempatan.
Tentu saja. Disadari bahwa ada resiko. Sudah disebutkan di bagian atas, memberi uang saku kepada anak memiliki resiko sendiri, tetapi berbagai kesempatan dan manfaatnya melebihi efek negatif kalau memilih jalan sebaliknya.
Apalagi, efek dari pemberian uang saku bisa dikontrol oleh orangtua. 

Cara mengurangi efek negatif memberikan uang saku pada anak

Peran orangtua yang lebih proaktif sangat diperlukan setelah memutuskan untuk memberikan uang saku pada anak.
Kalau tidak ada pendampingan, memang semua manfaat yang disebutkan di atas tidak akan terjadi. Yang ada adalah sebaliknya.

    Seorang anak bisa menjadi

    • Boros
    • Menggampangkan
    • Mengalami sakit 
    • Menjadi sasaran kejahatan
    • Terjerumus dalam pergaulan yang tidak baik (kalau ada uang tentu lebih mudah melakukannya)

    Oleh karena itulah, pemberian uang saku pada anak harus diimbangi dengan pendekatan dari orangtua.

    Pendekatan itu perlu untuk mencari tahu bagaimana uang sakunya dipergunakan, atau untuk memberi masukan cara mengatur uang, atau memberi semangat menabung, dan lain sebagainya.
    Orangtua tidak boleh melepas begitu saja. Mereka harus tetap, setidaknya mengawasi, memperhatikan berbagai perubahan dalam diri sang anak setelah memiliki uang saku.
    Tidak bisa tidak.
    Uang saku bukanlah sekedar memberi uang kepada anak. Cara ini lebih merupakan usaha memberi pelajaran tentang hak dan kewajiban. Oleh karena itu harus juga disertai proses belajar yang terus menerus agar hasilnya bisa sesuai keinginan.
    Ada beberapa cara yang bisa dilakukan oleh orangtua untuk mengurangi bahkan mencegah efek negatif pada anak akibat memiliki uang jajan. Cara pelaksanaannya bisa berbeda setiap keluarga.
    Beberapa cara itu adalah

    1. Memberi batasan jumlah

    Menyerahkan uang harian 1 juta rupiah perhari sebagai uang jajan anak adalah tindakan tak bertanggungjawab.
    Banyak orangtua yang mampu untuk iu, saya yakin, tetapi hal itu justru menjerumuskan sang anak sendiri. Ia akan kesulitan menghargai “nilai uang” karena ia bisa mendapatkannya dengan mudah.
    Padahal, pemberian uang saku lebih kepada pelajaran tentang tanggung jawab dibandingkan sekedar memberikan uang untuk dihabiskan.
    Jumlah uang saku harus disesuaikan dengan kebutuhan seorang anak dan tidak melebihinya. Komponen uang saku anak bisa terdiri dari ongkos pulang pergi, makanan kecil atau makan siang, dan cadangan.
    Nilainya sesuai dengan harga pasar. Untuk itu diperlukan kejelian orangtua untuk mendapatkan informasi terkait hal ini.

    2. Menyesuaikan uang saku dengan tingkatan sekolah

    Anak SD, jangan sampai uang sakunya melebihi kakaknya yang di SMA.
    Kebutuhan anak SD lebih sedikit dan sebagian besar masih ditanggung oleh orangtua. Sementara anak SMA akan memerlukan biaya operasional yang lebih besar karena jenis kegiatannya pun berbeda.

    3. Harian, mingguan atau bulanan

    Uang saku tidak selalu harus diberikan secara harian. Waktunya bisa disesuaikan dengan tingkat kedewasaan seorang anak.
    Anak SD – harian. Kedewasaannya belum tumbuh, jadi masih perlu pengawasan lebih ketat
    Anak SMP – mingguan. Sudah mulai timbul kedewasaan dan egonya. Pengawasan bisa diperlunak dan mulai diberikan tanggung jawab mengelola dirinya sendiri
    Anak SMA – bulanan. Hanya tersisa satu jenjang lagi, sebelum ia melangkah lebih jauh. Tanggung jawab yang lebih besar harus diberikan kepadanya karena sebentar lagi mungkin ia harus bersekolah di tempat yang terpisah. Ia harus sudah belajar bagaimana mengelola keuangannya agar tidak kaget kalau harus mulai berdiri sendiri

    4. Memberikannya masukan tentang pengaturan uang

    Informasi dan masukan dari orangtua tentang kapan harus berbelanja, benda apa saja yang harus dibeli terlebih dahulu, hingga berapa bagian yang harus ditabung akan sangat membantu seorang anak memahami tentang cara mengatur uang.

    Mereka belum berpengalaman dalam hal ini dan tentunya transfer pengetahuan dari orangtua, yang lebih berpengalaman, akan sangat berharga bagi mereka.

    Juga akan dapat menghindarkan mereka dari berbuat kesalahan fatal.

    5. Dorongan untuk berusaha dan mau bekerja keras

    Uang saku bisa diberikan dengan beberapa cara. Salah satunya yang mungkin cocok bagi Anda adalah sebagai “upah”.

    Orangtua bisa meminta anak “bekerja” untuk keluarganya sebagai imbalan pemberian uang saku dalam jumlah tertentu.

    Tentu saja, bekerja bukan dalam artian sebenarnya. Mereka bisa diminta untuk membersihkan rumah, menyapu halaman dan lain sebagainya. Dengan cara ini, bisa dikata mereka dilatih untuk berusaha terlebih dahulu sebelum mendapatkan hasil.

    Atau bisa juga, kalau seorang anak ingin membeli sesuatu yang harganya mahal, sementara uang sakunya tidak mencukupi, bisa ditawarkan kepada mereka sistem di atas. Bekerja untuk orangtuanya dengan imbalan uang saku yang lebih dari yang biasa didapat.

    ——

    Sebenarnya masih banyak cara lain. Variasinya sangat banyak tergantung dari situasi dan kondisi keluarga dan juga kreatifitas orangtua menemukan cara yang cocok.

    Yang disebutkan di atas hanyalah contoh bahwa efek dari memberi uang saku pada anak bisa dikontrol, tetapi dengan syarat.

    Syaratnya orangtua harus mau belajar mengerti anak dan lingkungannya. Kemudian melakukan tindakan dengan memanfaatkan uang saku sebagai pintu masuknya. Tanpa ada peran serta orangtua, maka pemberian uang saku justru bisa memberikan efek sebaliknya.

    Apa yang coba saya ungkapkan disini sebagian besar berasal dari pengalaman dan pandangan pribadi saja. Bukan sebuah kebenaran mutlak. Bahkan, karena anak saya sendiri saat tulisan ini dibuat masih di bangku SMP, masih terlalu panjang jalan yang harus ditempuh untuk mendapatkan pembuktian.

    Hanya saja, perkembangan si kribo, anak semata wayang yang kami miliki, menunjukkan berbagai hal yang ditulis di atas. Ada resiko dan juga ada manfaat.

    Kebetulan, saya lebih suka bergerak terus maju dibandingkan bersifat statis dengan terlalu melindungi anak dari bersentuhan dengan dunia luar. Saya lebih suka untuk agresif dan mengambil resiko terukur. Saya lebih suka menembus hutan mencari jalan dibandingkan berada dalam sebuah benteng yang aman dari dunia luar.

    Karena itulah, saya memilih untuk memberikan uang saku pada si kribo sejak masih kecil. Agar berbagai pintu kesempatan pembelajaran lain bisa dilakukan sesegera mungkin.

    Siapa tahu ada yang cocok dengan cara ini.

    Bagaimana dengan Anda?

    + posts