Tercengang juga ketika mendengar cerita seorang kawan bahwa anak tunggalnya, seorang remaja yang sudah kelas 9 atau 3 SMP hingga saat ini masih diantar jemput oleh ibunya saat bersekolah. Mereka rupanya belum mengajar sang anak untuk pergi ke sekolah sendiri.
Lebih kaget lagi, saat ia bercerita bahwa mereka pernah mengikuti bis yang ditumpangi anaknya saat sang anak pergi ber-karyawisata dengan sekolahnya.
Bingung.
Memang, alasannya bisa dimengerti. Kekhawatiran mereka sebagai orangtua terhadap anak tunggalnya adalah sama seperti yang banyak orangtua rasakan. Terutama, perkembangan kehidupan di masa sekarang memang membuat kecut hati. Berita kejahatan, kecelakaan, pergaulan negatif, banyak beredar dan tentunya akan membuat rasa takut banyak orangtua hal itu terjadi pada anak mereka.
Terlebih pada keluarga yang memiliki anak semata wayang saja.
Sangat bisa dipahami dan penjelasannya sangat masuk akal sekali.Tidak menyalahkan rasa khawatir itu timbul. Kami pun sebagai orangtua merasakan hal yang sama. Bahkan, karena si kribo kecil (yang sudah tidak kecil lagi karena berusia sama dengan anak kawan tersebut) juga adalah anak semata wayang kami.
Kekhawatiran dan ketakutan yang sama.
Bedanya adalah si kribo cilik sudah pergi dan berangkat sendiri menggunakan angkot . Hal itu sudah dilakukannya sejak lulus Sekolah Dasar dan sebenarnya sudah dilakukannya sejak kelas 5-6 SD. Biasanya sang ibu menganarnya sampai ke depan kompleks rumah, untuk menghemat ongkos saja dan selebihnya ia akan berangkat dengan angkutan lain, kadang sendiri, kadang bersama teman.
Ia pun tetap berangkat sendiri jika hendak pergi les ke bimbingan belajar langsung dari sekolahnya. Jika punya janji dengan temannya pun ia tetap pergi sendiri, bukan diantar jemput. Tentunya, dalam situasi normal. Jika situasi darurat seperti hujan deras atau angkot mogok operasi, saat tulisan ini dibuat, barulah ia akan meminta untuk dijemput dari sekolah.
Apakah kami tidak takut dan khawatir?
Mana lah mungkin. Sebagai orangtua rasa takut akan terjadi “sesuatu” pada orang yang sangat kita sayangi itu ada, dan akan selalu ada. Meskipun tahu bahwa si kribo cilik sudah terbiasa begitu, rasa khawatir itu tetap tidak begitu saja hilang.
Tetapi, langkah membiarkan sang anak pergi ke sekolah sendiri seperti itu, adalah sesuatu yang memang harus dilakukan.
Alasannya :
1. Membangun kenandirian
Bagaimanapun, sang anak harus belajar untuk bisa berdiri sendiri. Suatu waktu, orangtuanya tidak akan lagi bisa mendampinginya dengan berbagai alasan.
Oleh karena itu, kami sebagai orangtua harus mengajarkan kepadanya bagaimana cara untuk survive atau bertahan hidup dan mampu berdiri sendiri.
Membiarkannya berangkat ke sekolah tanpa diantar jemput akan membuatnya terbiasa bergerak dan mengatasi masalahnya tanpa harus didampingi orangtua.
2. Mendorong bersosialisasi
Mau tidak mau, dengan berangkat ke sekolah sendiri, ia harus mampu menyesuaikan diri dengan lingkungan. Bukan hanya di sekolah, tetapi juga di dalam angkot atau kendaraan umum lainnya, baik dengan supir atau penumpang lain.
Sebuah pelajaran yang tidak akan didapat kalau kami, orangtuanya berada disisinya. Jika kami ada, ia akan mengandalkan kami untuk yang melakukan itu.
3. Menghindarkan dari tekanan
Pernah terpikirkan oleh para orangtua saat mengantar anak bahwa hal itu bisa menyebabkan rasa malu karena ledekan teman-temannya. Seorang anak tiga SMP masih diantar jemput ibunya mungkin akan menyebabkan teman-temannya menjulukinya sebagai “Anak Mami” atau julukan lainnya.
Sesuatu yang terkadang tidak disadari oleh para orangtua. Tentunya kalau hanya sekali dua kali diantar orangtua bukanlah masalah, tetapi kalau setiap hari, teman-temannya pun akan merasa heran.
4. Membiarkannya membangun dunianya sendiri
Bagaimana seorang anak bisa bergaul dengan temannya ketika teman-temannya merasa ada orang “lain” yang bukan seusianya selalu berada di antara mereka. Risih pastinya. Mereka akan merasa “diawasi” dan akan membuatnya tidak bebas berekspresi.
Seperti ada dinding pemisah.
Dengan membiarkan seorang anak pergi ke sekolah sendirian, ia bisa bebas berkespresi dan bermain bersama sebayanya, tanpa campur tangan orang dewasa. Merea bisa menikmati dunia mereka dengan gaya mereka sendiri.
5. Mengajarkan orangtua untuk bersiap
Bukan hanya anak yang harus belajar. Mengajar anak pergi ke sekolah sendiri juga mengajarkan para orangtua. Langkah ini merupakan langkah paling awal dari persiapan orangtua untuk “melepas” anak mereka.
Sudah kodrat manusia, suatu waktu sang anak akan menjalani hidupnya sendiri dan menjadi manusia yang berdiri sendiri, lepas dari orangtuanya.
Hal-hal inilah yang membuat kami berpikir bahwa kami harus mulai melepas si kribo kecil untuk pergi ke sekolah sendiri. Bertentangan dengan keinginan kami untuk tetap melindunginya.
Hasilnya, tetap ada rasa khawatir di dalam hati kami dan tetap saja kami berwaspada tetap segala sesuatunya, tetapi kami melihat si kribo cilik semakin lama semakin mandiri. Kami pun pada akhirnya merasa lebih tenang, tidak lagi seperti di kala melihatnya naik angkot pertama kali ke sekolah tanpa kami. Ia pun mulai berkembang memiliki dunianya sendiri dan teman-temannya semakin banyak.
Masih panjang jalan yang akan ditempuhnya di masa depan, tetapi pada saat ini, ia sudah memiliki dasar-dasar tentang bagaimana menjadi “manusia” di masa yang akan datang. Sesuatu yang memang tugas kami sebagai orangtua untuk mengajarkannya.
Itulah yang membuat kami tercengang mendengar cerita kawan kami tentang bagaimana ia belum mengajar anaknya untuk pergi ke sekolah seorang diri.