Orangtua Juga Harus Mengajarkan Etika dan Sopan Santun di Kendaraan Umum

Tidak semua ketenaran diimpikan oleh orang. Cobalah tanyakan hal itu kepada Shafira Nabila Cahyaningtyas, seorang mahasiswi pengguna jasa Commuter Line alias KRL, pasti ia akan membenarkan bahwa kalau bisa ia tidak mau menjadi tenar dengan cara seperti ini.

Sebenarnya hal yang dilakukannya sederhana saja, dan juga bukan sebuah kriminalitas. Ia mungkin hanya sedang khilaf atau lupa tentang ajaran orangtua tentang etika dan sopan santun di kendaraan atau angkutan umum (atau mungkin orangtuanya tidak pernah mengajarkan hal ini).

Ia melakukan tindakan yang banyak dilakukan oleh para anak muda atau ABG “milenial” tentang sesuatu hal. Sesuatu yang biasa saja. Masalahnya hanyalah topik yang dikemukakannya, itulah yang membuatnya menjadi terkenal dalam artian “buruk”.

Shafira mencerca dan menghujat ibu hamil dan Petugas Keamanan Dalam Commuter Line hanya karena diminta “menyerahkan” tempat duduknya kepada seorang ibu hamil. Ia kemudian melontarkan kecaman terhadap sang ibu hamil karena ternyata setelah diberikan duduk, sang wanita yang sedang mengandung tidak tidur dan justru bermain dengan handphone-nya.

Jika hal itu dilakukan secara diam-diam dalam keluarga atau dengan teman, mungkin hal itu tidak akan berubah menjadi mimpi buruk baginya. Sayangnya, ia melontarkannya di akun Facebook miliknya.

Pepatah “Siapa menabur angin akan menuai badai” segera memperlihatkan wujudnya. Ribuan kecaman, sumpah serapah, makian, doa buruk dilontarkan para netizen kepada dirinya. Bukan hanya memaksanya harus mengeluarkan permintaan maaf secara terbuka, tetapi pada akhirnya akun Facebook miliknya pun harus dihilangkan dari peredaran. Langkah yang tepat mengingat dengan viralnya status yang dibuatnya, bisa dibayangkan banjir kecaman yang akan terus membanjiri akun FB-nya.

Hampir pasti, Shafira tidak akan pernah bisa tidur dengan nyaman. Bahkan, dengan dihapuskannya akun FB-nya, tidak berarti ia sudah terlepas dari pandangan sinis atau omongan nyinyir dari mereka-mereka yang kenal dirinya. Hukuman bagi dirinya belum selesai dengan permintaan maaf dan penghapusan akun medsos-nya.

Masih lumayan lama sebelum kemarahan orang reda.

Mengapa masyarakat marah terhadap Shafira?

Apakah mahasiswi yang menghujat ibu hamil ini melakukan kesalahan secara hukum? Adakah aturan hukum yang melarang orang mengemukakan pendapat di media sosial?

Jawabannya, tidak. Tidak ada aturan hukum yang dilanggar dalam hal ini. Paling tidak, ia hanya mengemukakan kekesalannya sendiri terhadap sesuatu dan sebenarnya juga dilakukan banyak orang. Penggunaan media sosial sebagai sarana mengeluarkan uneg-uneg bukanlah barang baru. Juga, kebebasan mengemukakan pendapat adalah sesuatu yang dijamin Konstitusi Indonesia, UUD 1945.

Tidak ada masalah tentang hal itu.

Tetapi, mengapa masyarakat dunia maya seperti geram dan marah terhadap dirinya ?

Jawabnya adalah karena pandangan yang diungkapkannya tidak sesuai dengan etika, norma, dan sopan santun dalam masyarakat. Padahal, meski tidak tertulis, kata etika, norma, sopan santun adalah sebuah bentuk “hukum” atau “aturan” yang harus dipatuhi oleh setiap anggota masyarakat.

Pelanggaran atau ketidakpatuhan terhadap salah satu norma, atau etika memang tidak akan menyebabkan seseorang mendapatkan hukuman penjara. Masyarakat tidak memiliki wewenang untuk melakukan hal itu dan polisi atau pihak berwenang tidak akan menghukum orang hanya karena mengemukakan pendapatnya, apalagi untuk hal sepele, seperti ketidakmauan memberikan tempat duduk kepada ibu hamil.

Tetapi, jangan dilupakan, masyarakat memiliki cara untuk memberikan sanksi terhadap para pelanggar etika atau norma. Hukuman itu dikenal dengan hukuman sosial yang dilakukan secara spontan dan kecaman para neizen terhadap Shafira Nabila Cahyaningtyas adalah salah satu bentuk dari hukuman versi masyarakat itu. Para netizen dan anggota masyarakat lain akan mem-bully dan mengecam sang pelanggar dengan berbagai cara yang akan menghadirkan tekanan mental yang sangat berat.

Masyarakat akan menghajar sisi psikologis dan mental sang pelaku sebagai ganjaran terhadap apa yang dilakukannya. Hukuman yang tidak terlihat tetapi sudah pasti akan membuat para pelanggar etika atau norma akan berada dalam tekanan yang sangat besar secara psikologis.

Etika atau norma apa yang dilanggar oleh Shafira?

Memang ada etika yang dilanggar oleh mahasiswi ini?

O ya jelas ada.

Salah satu etika atau norma yang sudah dilanggar oleh Shafira adalah norma, etika, dan sopan santun dalam kendaraan umum. Jangan salah, angkutan umum dan para penggunanya adalah bagian dari masyarakat dan secara spesifik membentuk masyarakat pengguna angkutan umum.

Dan, dalam sebuah masyarakat pasti ada tatanan, etika, norma, dan sopan santun.

Bukan hanya di Indonesia. Di seluruh dunia pun aturan-aturan tidak tertulis di dunia pengguna transportasi publik ada.

Tidak serta merta sebuah etika di sebuah negara juga berlaku di negara lain (masyarakat lain).  Seperti contoh, mengantri untuk masuk ke dalam bis adalah salah satu bentuk etika yang ada di dunia pengguna transportasi publik di Inggris dan banyak negara maju, di Indonesia belum ada kayaknya. Tetapi, ada juga yang berlaku universal alias di semua masyarakat.

Nah, perlakuan khusus terhadap wanita atau ibu hamil adalah salah satu etika, norma, sopan santun yang berlaku universal. Di seluruh masyarakat, kedudukan wanita hamil atau ibu mengandung akan selalu diberikan tempat spesial dan khusus. Kategori ini akan selalu mendapat keistimewaan sama seperti anak balita, penyandang disabilitas, dan manula. Keempatnya, memang akan selalu diperlakukan secara khusus dan spesial.

Jika Anda pernah menggunakan transportasi publik di Singapura, Hongkong, Jepang, Amerika Serikat, Inggris, Australia, dan banyak negara maju lainnya, Anda akan menemukan hal yang sama. Percayalah, saya pernah melihatnya sendiri.

Di Indonesia, walau masih dalam tahap awal, masyarakatnya pun mulai menerima etika dan norma ini, Walau masih banyak orang yang belum sadar tentang hal itu, tetapi semakin luas bagian masyarakat yang akan selalu mengistimewakan keempat kategori itu.

Dan, PT KCJ, Kereta Commuter Jabodetabek, menunjukkan hal itu. Saya juga pengguna CL alias Commuter Line atau KRL selama lebih dari 25 tahun. Bahkan sebelum seperti sekarang, masyarakt penggunanya sudah memiliki kebiasaan memberikan tempat duduk kepada ibu hamil, diminta atau tidak. Apalagi sekarang, PT KCJ selain sudah menyediakan kursi prioritas bagi keempat kategori tersebut, juga tidak henti menghimbau dan membangun kesadaran pengguna untuk memprioritaskan ibu hamil, lansia, balita, dan penyandang disabilitas.

Sayangnya, sebagai mahasiswi, yang seharusnya paham tentang hal ini, rupanya Shafira tidak peka terhadap adanya aturan tak tertulis seperti ini. Hal yang sangat mengherankan mengingat ia sudah dua tahun menggunakan jasa si Ulat besi ini.

Shafira juga tidak belajar dari kasus sebelumnya yang juga viral dan sempat membuat heboh dunia maya, dimana seorang ABG (atau mahasiswi juga) bernama DINDA melontarkan kecamannya terhadap ibu hamil juga, masalah tempat duduk juga, di Commuter Line juga, dan via media sosial juga. Pada saat itu, kecaman dan hujatan yang sama dirasakan oleh Dinda.

Keduanya melanggar etika dan norma yang sudah ditetapkan oleh masyarakat, yaitu etika dan norma yang harus dilakukan seorang yang normal terhadap kaum ibu hamil.

Itulah yang menyebabkan masyarakat marah kepada Shafira.

Para Orangtua : Ajarkan Etika dan sopan santun di kendaraan umum kepada anak Anda sedini mungkin!

Agak bingung juga melihat fakta bahwa kali ini pelaku pelanggaran etika ini bukanlah orang baru dalam dunia pengguna transportasi publik. Juga, bukan kasus yang pertama terjadi.

Lalu, mengapa bisa terulang?

Masalahnya adalah karena banyak orangtua yang menganggap remeh tentang tatacara atau sopan santun dalam menggunakan angkutan umum. Kebanyakan dari orangtua hanya mengajarkan rute dan berapa ongkos yang dibayar, tetapi kerap lupa mengingatkan bahwa ada aturan tidak tertulis di dalam kendaraan umum, seperti :

  • Jangan meludah
  • Jangan merokok
  • Memberikan tempat duduk kepada yang lebih membutuhkan seperti ke-empat kategori manusia yang diberi hak prioritas
  • Pergunakan bahasa yang sopan
  • Jangan berbicara terlalu keras sehingga mengganggu penumpang lain
  • Di dalam kereta, jangan duduk di lantai, jangan membuang sampah sembarangan
  • dan seterusnya

Setiap jenis angkutan publik akan memiliki etika yang bisa berbeda, walau ada juga yang sama seperti perlakuan terhadap 4 kategori penumpang prioritas.

Hal-hal seperti ini sering dianggap remeh oleh banyak orang dan hasilnya mereka lupa menyampaikan kepada anak mereka bagaimana bertingkah laku yang sesuai di lingkungan itu.

Hasilnya, ya seperti Shafira dan Dinda inilah. Kedua anak muda ini menjadi tidak bisa menyesuaikan diri dengan standar etika dan norma yang diminta masyarakat. Mereka condong hanya melihat dari satu sisi dan tidak bisa melihat keberadaan aturan tidak tertulis dalam masyarakat pengguna transportasi publik.

Untuk itulah, para orangtua harus mengajarkan etika dan sopan santun, serta norma di kendaraan umum sedini mungkin. Ajarkan sejak masih kecil sehingga mereka paham bahwa ada aturan bahkan dalam “masyarakat” spesifik di atas kereta.

Banyak anak kecil di negara maju yang bahkan tidak akan mau menduduki kursi prioritas yang diperuntukkan untuk lansia, ibu hamil, penyandang disabilitas atau balita. Mereka juga tidak segan untuk berdiri dan memberikan kepada yang membutuhkan walaupun tempat yang mereka duduki tidak dilabeli kata “PRIORITAS”. Karena, mereka sudah sejak dini diperkenalkan pada etika bertransportasi umum.

Berbeda dengan di Indonesia, dimana bahkan kursi prioritas pun sering kalau tidak diminta dan dipaksa petugas, maka yang mendudukinya akan berdalih atau berpura-pura tidur.

Padahal hal yang seperti ini menunjukkan apakah sebuah masyarakat sudah beradab atau belum. Sayangnya, kasus Shafira dan Dinda ini menunjukkan pada kita bahwa masih panjang jalan yang harus ditempuh oleh masyarakat Indonesia untuk menjadi masyarakat yang lebih beradab.

Jadi, kawan pembaca, ajarkan. Tanamkan kepada anak-anak kita tentang tatacara, norma, etika, dan sopan santun di kendaraan umum. Jangan sampai suatu saat ada “badai yang datang” hanya karena kita lalai mengajarkannya.

Bayangkan saja perasaan orangtua Shafira Nabila Cahyaningtyas, dan si Dinda dalam hal ini. Saya cukup yakin Anda tidak akan mau berada di posisi mereka saat ini.

Maukah Anda?

Website | + posts

2 thoughts on “Orangtua Juga Harus Mengajarkan Etika dan Sopan Santun di Kendaraan Umum”

  1. Kalau saya mah, tidak ikut menghujat. Sebab pendewasaan itu perlu proses. Saya menghomarti saja, karena saya tidak tahu persis peristiwanya.
    Mari budayakan hormat menghormati. Yang dihormari juga harus hormat dan berterimakasih, jangan sampai lupa diri.
    Yang mudah menghormati yang tua dan yang tua berkasih sayang sama yang muda.
    Jangan meludah sembarangan ini yang harus lebih dibudayakan.

  2. Entahlah, saya hanya menyoroti peran orangtua. Pendewasaan memang butuh proses dan tetap butuh bimbingan dari patron. Kalau orangtuanya lalai menjadi patron, maka masyarakat akan melakukan dan mengambil alih tugas tersebut dengan caranya.

    Ketika masyarakat melihat sang ABG menghujat, maka mereka akan memberikan hukuman yang sama.

Comments are closed.