Perlukah Orangtua Belajar? Tentu Saja Sangat Perlu

Anak perlu belajar. Sudah pasti itu. Ia harus mempelajari banyak hal baik di sekolah atau di masyarakat. Ia akan membutuhkan banyak pengetahuan untuk kehidupannya.

Tetapi, bagaimana dengan orangtua? Perlukah para orangtua belajar?

Sebuah pertanyaan klasik.

Seorang ayah atau seorang ibu adalah manusia dewasa. Mayoritas dari mereka telah menempuh beebagai jenjang pendidikan, mulai dari sekolah dasar hingga Strata 3.

Lama hidupnya pun sudah beberapa kali lipat dari usia anak yang mereka miliki. Pengalamannya dalam kehidupan pun sudah tidak diragukan lagi jauh melebihi anak-anak yang mereka asuh.

Lalu mengapa orangtua harus belajar lagi?

Bukankah mereka sudah memiliki bekal pengetahuan dan ilmu yang jauh melebihi anak mereka?

Tidak kah Anda memiliki pertanyaan seperti itu dalam diri Anda?

Apa jawaban Anda?

Wajib! Orangtua Belajar itu Harus!

Itu jawaban saya.

Meskipun ada orangtua yang sudah menyandang gelar profesor atau doktor atau gelar akademis lainnya, jawabannya tetap sama.

Orangtua harus belajar dan belajar.

Ada beberapa alasan mengapa demikian. Silakan lihat yang di bawah ini.

Alasan Orangtua Harus Terus Belajar

1) Orangtua tetap manusia

Mungkin bodoh terdengarnya. Siapapun pasti tahu orangtua adalah manusia.

Tetapi, bukan kenyataan itulah yang mendorong saya mengatakan orangtua tetap harus belajar. Ada alasan lainnya.

Manusia ditakdirkan untuk menghadapi sebuah lingkungan yang akan berubah setiap waktu. Ia harus bisa bersikap adaptif dan menyesuaikan diri dengan berbagai perubahan yang terjadi agar mampu bertahan hidup.

Bila seorang manusia tidak mampu menyesuaikan diri terhadap perubahan-perubahan yang terjadi, maka ia akan menghadapi kesulitan dalam kehidupannya.

Kemampuannya untuk bertahan hidup akan menurun dengan pasti.

Nah, untuk memiliki sikap adaptif, mampu menyesuaikan diri, tidak ada cara lain selain “belajar”.

Poin pertama ini seharusnya sudah bisa mewakili seluruh poin lainnya. Meskipun demikian, bisa disebutkan lagi beberapa hal mengapa orangtua harus dan wajib terus belajar.

2) Perkembangan tehnologi dan ilmu pengetahuan

Pesat. Cepat.

Itu kata-kata yang mewakili perubahan dalam dunia ilmu pengetahuan dan tehnologi dewasa ini.

Sekitar 10-15 tahun yang lalu, harga sebuah handphone masih sangat mahal. Hanya orang-orang yang punya uang banyak saja yang mampu membelinya.

Sekarang, bahkan handphone, smartphone atau gadget sudah menjadi seperti mainan anak-anak saja. Bukan sebuah hal yang aneh melihat anak-anak dengan cekatan menggerakkan jari mereka di atas layar sentuh sebuah Samsung Galaxy atau Xioami.

Bukan hal yang aneh.

Tidak jarang menimbulkan sebuah rasa kagum saat melihat seorang anak begitu terampil memanfaatkan gadget yang mereka miliki.

Sering kita berkata, “Dia belajar sendiri lho. Saya mah sama sekali tidak mengerti?

Nah lo!

Kalau kita tidak mengerti, lalu bagaimana bisa kita melakukan kontrol terhadap apa yang dilakukan oleh anak kita? Bagaimana bisa kita tahu seorang anak mengunjungi situs terlarang atau tidak? Bagaimana kita bisa mencegah mereka dari masuk perangkap para predator di dunia maya?

Walaupun sulit mengimbangi kecepatan seorang anak dalam belajar, mengetahui hal-hal dasar tentang tehnologi adalah kewajiban para orangtua.

 
3) Seorang anak akan terus berubah

Seorang anak akan terus tumbuh dan berkembang. Mereka akan terus berubah.

Pengetahuannya bertambah. Karakternya juga menyesuaikan. Keinginannya semakin beragam.

Satu hari ia ingin belajar memainkan gitar. Besoknya ingin belajar mengendarai motor. Lusa ingin belajar komputer. Dan seterusnya.

Perubahan itu menunjukkan bahwa ia terus dan akan terus mengeksplorasi dunia dan dirinya. Sampai saat, suatu waktu ia menemukan “yang terbaik” bagi dirinya.

Perubahan fisik  sikap, dan mental seorang anak terjadi sepanjang waktu. Ia akan terus tumbuh, berkembang, dan berubah.

Menganggapnya sebagai terus sama adalah sebuah kesalahan. Mereka berubah sepanjang waktu.

Perubahan in tidak akan tertangkap  oleh orangtua kalau mereka enggan “belajar” tentang anaknya sendiri. Padahal sebagai “pemimpin” di rumah orangtua pun memerlukan data dan informasi untuk membuat keputusan atau kebijakan yang terkait seorang anak.

 
4) Masyarakat berubah

Coba saja Anda bandingkan situasi kehidupan saat ini dan 5 tahun lalu?

Apakah sama?

Pasti tidak.

Tetangga baru. Bocah tetangga yang dulunya masih ingusan sudah menjadi ABG. Gadis cilik anak tetangga sudah mulai berdandan.

Semua menunjukkan lingkungan dimana kita tinggal pun ikut berubah.

Begitu juga dalam masyarakat yang lebih luas lagi.

Semuanya mengalami perubahan.

Kalau orangtua enggan memperhatikan dan belajar mengenai perubahan-perubahan itu, bagaimana bisa kita membimbing anak kita untuk bergaul dengan baik dalam masyarakat?

Bagaimana bisa kita memberikan pemahaman tentang sebuah hal seperti LGBT (Lesbian Gay Biseksual Transgender) ketika bahkan kepanjangan dari singkatan itu saja kita tidak tahu?

Haruskah masyarakat atau teman bermainnya yang mengajarinya? Dengan kata lain menyerahkan wewenang pembelajaran mengenai hal krusial itu tanpa bisa kita kontrol?

5) Peran Orangtua sebagai narasumber bisa menyusut

Anak perlu belajar dan mereka akan terus mencari tahu segala hal untuk memuaskan keingintahuannya.

Darimana sumbernya?

Pertama kali, mereka akan mencari dari orang terdekat dengannya, keluarga.

Orangtua adalah yang paling sering menjadi narasumber pertama bagi seorang anak. Terdekat dan dianggap memiliko pengetahuan lebih.

Bagaimana kalau seorang anak tidak mendapatkan jawaban yang memuaskan tentang apa yang ingin diketahuinya?

Nalurinya untuk terus mencari tahu akan membawanya ke dunia yang lebih luas. Ia menyadari bahwa di suatu tempat akan ada seseorang yang dapat menjawab pertanyaan yang diajukannya.

Semakin sering ia bertanya keluar, semakin terkikis peran orangtua sebagai narasumbernya.

Semakin besar kemungkinan pengaruh dari orang “yang dipercayai” dalam diri sang anak. Semakin kecil pula pengaruh orangtua kepadanya.

Peran orangtua dalam kehidupan anaknya akan menyusut dan terus menyusut. Peran itu akan diambil alih oleh orang luar.

Ia tidak lagi menjadi patron utama bagi anaknya.

Sesuatu yang bisa dihindari kalau orangtua tetap aktif menambah pengetahuannya sendiri. Dengan belajar orangtua bisa tetap meneruskan perannya sebagai narasumber bagi seorang anak, hingga ia mampu berdiri sendiri.

Masa dimana orangtua dianggap tahu segalanya sudah lewat kawan.

Di masa lalu tidak ada internet. Komputer belum diciptakan. Gadget bahkan belum dipikirkan.

Arus informasi saat itu masih lamban.

Orangtua bisa dengan mudah memainkan perannya sebagai sumber unformasi bagi anaknya bahkan tanpa perlu belajar banyak.

Pentingnya orangtua belajar belum terasa penting bagi para orangtua di masa itu. Bahkan tanpa harus belaar mereka bisa mengontrol dan mengendalikan anaknya

Di masa sekarang ini,  dengan berbagai perkembangan yang terjadi di segala lini kehidupan , peran orangtua sebagai narasumber terpercaya semakin mengecil. Posisi para orangtua sebagai pemegang kontrol penuh terhadap anaknya pun berkurang karena banyaknya pengaruh dari luar.

Sesuatu yang tentu saja menimbulkan kekhawatiran tersendiri.

Tetapi bila para orangtua belajar, tentunya mereka sudah menyadari dan bisa mengantisipasi tentang hal ini. Mereka tentunya sudah bisa menemukan solusi terbaik.

Itulah mengapa jawaban bagi pertanyaan “Perlukah orangtua belajar?” adalah “Tentu saja. Wajib malah”

Tidak ada jalan lain.

+ posts