Pilih mobil baru atau bekas? Sebuah pertanyaan yang kerap bergelayut di dalam benak para orangtua di zaman sekarang.
Maklum. Mobil bukan lagi sebuah barang yang menunjukkan gaya hidup mewah. Di masa sekarang, mobil sudah semakin mendekati pada pemenuhan kebutuhan hidup, meski tertier dan bukan primer.
Kenyamanan dalam beraktifitas sudah menjadi satu hal yang selalu diharapkan banyak orang, terutama karena transportasi umum di Indonesa masih dianggap kurang memadai. Jadilah, mobil menjadi salah satu barang yang laris manis dicari.
Hanya saja, pembelian sebuah mobil sudah pasti akan memberikan dampak kepada keuangan keluarga. Kecuali orang yang memiliki penghasilan puluhan atau ratusan juta setiap bulannya, untuk menghadirkan benda yang satu ini, banyak orang harus berpikir puluhan bahkan ratusan kali.
Termasuk saya.
Dan, salah satu pertanyaan yang selalu hadir apakah membeli mobil baru atau bekas pakai atau seken.
Tentunya ada alasannya untuk masing-masing opsi.
Mobil baru jelas masih wangi pabrik. Lebih bersih dan nyaman karena bisa dikata belum pernah dipakai (kecuali oleh penguji dan supir yang mengantar mobil baru ke rumah setelah dibeli). Belum lagi, karena masih gres, kondisinya masih sangat bagus dan selama beberapa tahun ke depan, tidak butuh perawatan berlebihan, kecuali servis rutin.
Garansi pun masih ada sehingga kalau terjadi kerusakan, maka biaya masih tidak sepenuhnya keluar dari keuangan keluarga. Asuransi pun memberikan jaminan lebih jikalau ada sesuatu yang tidak diinginkan terjadi.
Ditambah bonus, tetangga pasti akan melirik dan setidaknya selama beberapa hari ke depan akan membicarakan mobil baru itu.
Masalah utamanya adalah mahal. Mobil baru harganya masih “utuh” alias belum dipotong apa-apa. Efeknya bagi keluarga adalah uang cukup besar akan terkuras keluar dari tabungan. Bisa juga berupa kepala pening memikirkan bagaimana memenuhi tenggat waktu cicilan selama termin kredit yang diambil.
Kelihatannya, dan biasanya secara kalkulasi keuangan terjangkau, tetapi kepeningan kepala dan tambahan tekanan kerap dilupakan. Pusing karena sebaik apapun prediksi keuangan dilakukan saat membelinya, perubahan kehidupan sulit ditebak dan terkadang banyak hal yang membuat perhitungan awal menjadi tidak sesuai lagi dalam perjalanannya.
Mobil bekas, jelas tidak wangi pabrik. Paling wangi pengharum ruangan saja yang terpasang di dalam mobil.
Bisa dikata kebalikan dari kondisi mobil baru. Mobil bekas atau second (seken) bisa dikata tidak utuh lagi. Maklum, sudah dipakai oleh orang lain selama beberapa waktu. Sebagus apapun kondisi mobil bekas pakai ini tetap tidak “utuh”.
Sudah pasti akan ada bagian yang aus dan perlu diganti. Biaya perawatan akan lebih tinggi karena onderdilnya besar kemungkinan ada yang sudah harus diganti.
Tidak ada bonus tambahan kekaguman tetangga disini. Jangan tanya asuransi dan garansi juga karena biasanya sudah lewat waktu berlakunya dan pemiliknya tidak memperpanjangnya.
Cuma, harga tersebut seimbang pula dengan dampak pada keuangan keluarga yang lebih kecil dan ringan (bukan tidak ada). Kepala pencari nafkah tidak akan terlalu berat memikirkan angsuran setiap bulannya.
Pajak kendaraan yang lebih rendah dibandingkan mobil baru tidak akan begitu memberatkan dibandingkan mobil baru.
Pusing kan mikir mau beli mobil baru atau bekas?
Memang pusing. Tidak pernah mudah.
Kebutuhan harus tetap terpenuhi. Keluarga harus bisa mendapatkan kenyamanan dan kemudahan kalau mau pergi kemana-mana.
Tetapi, disisi lain, jangan sampai APBRT (Anggaran dan Pendapatan Belanja Rumah Tangga) terganggu. Banyak resiko lebih besar kalau yang ini terganggu.
Jadi, yang mana yang dipilih.
Yah, ternyata sebenarnya ada beberapa pertanyaan lain yang perlu dilakukan, sebelum sampai pada pertanyaan “Pilih mobil baru atau bekas”.
1. Benarkah kita memerlukan mobil ?
Kalau rumah dekat dengan kantor, sekolah, Kasar dan kita jarang pergi kemana-mana, masihkah kita butuh ketersediaan sebuah mobil di rumah. Kendaraan umum tersedia banyak dan memadai.
Lalu, benarkah kita masih membutuhkan mobil? Jangan hanya karena tetangga membeli mobil, lalu kita kena sindrom “ingin” yang berbahaya itu.
Jika, gaya hidup kita seperti ini, mobil tersebut tidak akan berguna dan hanya akan menjadi “jimat” atau pajangan saja. Tidak menjalankan fungsinya.
2.Untuk apa mobil itu? Berapa jarak yang akan ditempuh
Tidak termasuk yang untuk bisnis atau usaha yah. Kalau yang satu ini jelas berbeda karena tujuannya untuk menghasilkan.
Pertanyaan untuk apa mobil itu terkait dengan tujuan pembeliannya. Misalkan, apakah hanya supaya enak dan nyaman saat berkunjung ke rumah saudara, mengantar anak sekolah, atau berbelanja.
Dari situ akan terlihat, jarak yang akan ditempuh mobil tersebut setiap harinya.
Kalau kebanyakan tujuan yang hendak dicapai hanya di dalam kota saja, yang terjangkau oleh jenis mobil apapun, baik baru atau bekas, lalu pertanyaannya mengapa harus membeli mobil baru? Di dalam kota, mobil bekas sekalipun tidak akan menjadi masalah karena fungsinya tercapai.
Penumpangnya akan terhindar dari panas dan dingin udara luar saat menuju ke sebuah tempat.
3. Uang yang tersedia
Yang paling penting yang satu ini.
Baik mobil baru atau bekas tidak akan terbeli kalau uangnya tidak ada. Memaksakan diri membeli mobil padahal keuangan tidak mencukupi, baik sekarang atau di masa depan, hanya akan mempersulit diri sendiri.
Tetapi, kalau memang ada. Tanyakan lagi, cukup untuk beli yang mana? Kalau hanya cukup untuk membeli mobil bekas, dan kebutuhan sudah terpenuhi, kenapa harus membeli yang baru.
Lain halnya kalau memang uang tersedia dalam jumlah banyak dan ingin kenyamanan lebih, bukan sekedar fungsi. Silakan saja.
Uang yang tersedia dalam hal ini juga termasuk uang di masa depan karena kebanyakan orang membeli secara cicilan dan tidak tunai. Jadi, ketika membeli mobil, harus diperhitungkan juga apakah cash flow (arus kas) rumah tangga tidak terganggu akibat membayar angsuran.
Juga jangan dilupakan bahwa ada biaya operasional tambahan untuk membuat mobil bisa berjalan.
Nah, sudahkah pertanyaan itu diajukan kepada diri sendiri?
Barulah kita bisa melihat lebih jelas mana yang harus dipilih, baru atau bekas.
Dan, pada akhirnya saya memilih yang “bekas pakai” saja. Sejak pertama kali memiliki kendaraan roda empat ini, belum pernah sekalipun hadir mobil yang wangi pabrik di garasi rumah.
Bagaimana dengan Anda?