Resiko Menyogok Untuk Masuk Sekolah Negeri atau Favorit

Beberapa hari yang lalu, di saat saya memperhatikan statistik pengunjung di sebuah blog yang saya kelola, saya terkesima. Dalam statistik tersebut ada pengunjung yang datang karena ia mencari cara untuk melakukan sesuatu. Yang dicarinya adalah :

“Gimana cara menyogok sekolah negeri”

Perhatikan di bawah ini screenshot dari kata kunci yang dimasukkan ke mesin pencari Google, supaya saya tidak disangka mengada-ada. Silakan lihat kalimat yang di dalam kotak berwarna merah.

Terkejut. Jelas sekali rupanya pemikiran curang sudah begitu merasuk pada banyak orang sehingga ia berpikir bahwa akan ada informasi tentang melakukan sebuah kecurangan seperti itu.

Memang sih, Google atau internet menyediakan apa saja bahkan sesuatu yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Meskipun demikian tetap, saja hal itu mengejutkan dan mengagaetkan bahwa ada orang yang terang-terangan ingin melakukan hal-hal yang tidak jujur seperti itu.

Pada saat tulisan ini dibuat memang sedang dalam periode pergantian tahun ajaran. Tentunya di masa itu para orangtua, dan tentu saja anak mereka akan berada pada situasi yang tegang.

Para orangtua sudah pasti berharap bahwa anaknya bisa masuk ke sekolah negeri atau favorti. Kebanyakan orangtua berpikir bahwa dengan mendapat pendidikan di sebuah sekolah yang terkenal bisa memastikan bahwa anaknya akan menjadi pintar dan masa depannya cerah. Oleh karena itu tidak heran banyak orangtua akan berbuat apa saja, untuk memastikan anaknya masuk ke sekolah negeri, atau favorit di kotanya..

Sesuatu yang sebenarnya tidak selalu demikian. Masa depan cerah adalah gabungan banyak hal, pendidikan, karakter, kerja keras, semangat, dan masih banyak hal lainnya. Bukan sekedar mendapat pendidikan di sekolah favorit.

Hanya sedikit yang menyadari bahwa hal itu juga memberikan dampak yang kurang baik bagi anak mereka dan juga keluarganya.

1. Mengajarkan Berbuat Curang

Menyogok adalah perbuatan curang untuk mendapatkan sesuatu yang bukan haknya. Perbuatan ini baik secara hukum positif dan hukum agama adalah sesuatu yang dilarang karena berarti merampas hak yang seharusnya milik orang lain.

Bagaimana bisa menjadikan anak kita seorang yang berintegritas jika ia diajarkan dan diberi contoh tentang melakukan kecurangan. Hal ini bisa beresiko menyebabkan si anak akan mencontoh di masa depan.

Ia bisa menganggap bahwa hal itu sesuatu yang wajar, memberi dan menerima sogokan.

2. Tidak Mengajarkan Anak Konsekuensi

Kegagalan seseorang biasanya merupakan perwujudan dari usahanya. Nilai NEM atau hasil ujian yang kurang memuaskan adalah perwujudan dari kurangnya usaha untuk belajar dan berkompetisi dengan baik.

Jika, kemudian hal itu diselesaikan dengan memberikan “uang di bawah meja” , maka si anak akan terbiasa untuk berpikir bahwa ia tidak perlu berjuang dan berusaha secara sungguh-sungguh. Toh, orangtuanya akan menyelesaikannya dengan cara apapun.

Bagaimana bisa ia berkompetisi dengan yang lain, ketika ia tidak pernah sadar apa konsekuensi dari tindakannya. Sang anak bisa jadi bertambah malas dan asal-asalan dalam belajar.

3. Anak Tidak Bisa Mengikuti Pelajaran di Sekolah

Suka atau tidak suka, passing grade atau batasan nilai ujian minimum sebagai syarat penerimaan berkaitan dengan tingkat kemampuan seorang anak.

Semakin tinggi passing grade yang ditetapkan, maka semakin ketat pula pelajaran dan persaingan di sekolah tersebut.

Jika seorang anak dengan kemampuan rendah dipaksakan masuk ke sekolah negeri atau favorit, hal itu sering menyebabkan sang anak tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolah yang dimasukinya. Pada akhirnya bisa menimbulkan tekanan tersendiri bagi si anak.

Bagaimana bisa orangtua membentuk anak menjadi tangguh, kreatif, dan siap menghadapi persaingan global jika ia dimanjakan dengan cara curang seperti itu. Ada resiko dan bahaya tak terlihat dalam sebuah usaha menyogok untuk masuk sekolah negeri atau favorit. Sesuatu yang dampaknya baru terasa setelah beberapa tahun dan terwujud dalam sikap dan karakter si anak.

Hal tersebut pernah saya hadapi ketika si kecil tidak berhasil masuk SMP Negeri tiga tahun yang lalu. Beberapa tawaran untuk memasukkannya ke sekolah negeri favorit via “jalur khusus nan tidak resmi” diterima. Tetapi, saya memutuskan untuk tidak melakukannya.

Terlalu mahal yang harus dibayar. Bukan uangnya, tetapi “harga” di masa depan yang harus dibayar si kecil. Saua tidak ingin ia menjadi orang yang curang dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuan. Sudah terlalu banyak orang curang di negeri ini, dan saya tidak mau bertanggungjawab menjadi untuk menghasilkan satu lagi.

Tidak mudah melakukannya, tetapi setelah beberapa tahun berlalu, saya mensyukuri jalan yang telah dipilih. Si kecil berkembang menjadi anak yang mengerti tentang mana yang benar dan salah dengan baik. Ia pun menjadi lebih tangguh dari sebelumnya.

Semoga hal itu terus berlanjut sampai nanti.

Jadi, kawan pembaca. Janganlah pernah berpikir untuk menyogok sekedar untuk memasukkan anak ke sekolah negeri atau favorit. Tidak sepadan dengan resiko dan “harga” yang harus dibayar. Apalagi, hal itu tidak menjamin apapun.

+ posts