Tidak Ada Anak Yang Sempurna, Begitupun Anak Kita : Jangan Katakan Sebaliknya

Sudah bukan sesuatu yang tidak biasa kalau kita bertemu seorang ibu atau ayah yang berbicara tentang betapa pintar anaknya sehingga bisa masuk sekolah favorit. Betapa rajinnya ia beribadah dan betapa perhatian si anak kepada orangtua dan masyarakat. Belum lagi betapa tekunnya ia belajar setiap hari.

Terkadang hal itu membuat kita merasa rendah diri karena membandingkan dengan anak sendiri yang terkadang malas belajar, sering sibuk dengan gadgetnya dan lupa membantu ibunya mengurus rumah, atau sering menggerutu ketika disuruh membeli sesuatu ke warung. Anak kita seperti menjadi anak yang tidak sempurna.

Jika Anda memiliki perasaan itu, segera buang jauh-jauh. Kalau memang bisa menghindar lah, tidak membawa manfaat juga terlalu lama berbicara dengan orangtua seperti itu. Bisa-bisa membuat sindrom rendad diri dan kepercayaan diri kita menguap begitu saja.

Lagi juga , mungkin mereka bukan manusia. Bisa jadi mereka malaikat yang turun ke bumi.

Heran?

Jangan. Karena ada satu fakta yang tidak akan bisa terbantahkan. Manusia tidak ada yang sempurna. Setiap manusia akan memiliki kekurangan masing-masing. Jadi kalau mereka menceritakan “kesempurnaan” anaknya, maka mungkin mereka sedang bercerita tentang malaikat, bukan manusia.

Kenyataannya memang demikian.

Wajar saja seorang anak merasa malas belajar, kita pun demikian saat seusia mereka. Oleh karena itu diperlukan peran orangtua untuk mengingatkan para anak bahwa kemalasan tidak akan menghasilkan sesuatu yang baik.

Jika mereka tidak mau membantu ibu bapaknya mengurus rumah, juga bukan sebuah hal yang aneh. Dalam dunia anak, ada bagian dimana mereka lebih terfokus pada kata “bermain” dibandingkan “bekerja”. Lalu, kenapa harus heran kalau anak kita sendiri enggan membantu. Disitulah tantangannya menjadi orangtua.

Kita harus mampu membimbing mereka dan mengajarkan bahwa ada saat bermain, ada saat bekerja. Sebagai orangtua, kita juga harus bisa menyadarkan dan menanamkan bahwa apa yang mereka lakukan akan membawa kebaikan di masa datang.

Jadi, wajar saja kalau seorang anak tidak sempurna. Bahkan, para orangtua sendiri tetaplah tidak sempurna sampai akhir hayatnya. Itulah manusia.

Jangan pula berpandangan bahwa mereka yang mengembar-gemborkan kesempurnaan anaknya adalah malaikat. Sudah pasti bukan karena untuk memiliki keluarga, anak, diperlukan nafsu dan itu tidak ada dalam diri malaikat. Bisa dipastikan yang sedang berceloteh di depan Anda bukanlah malaikat karena ia memiliki anak.

Yang ada di depan Anda adalah orangtua yang mungkin karena terlalu bangga kepada anak mereka, lupa tentang masalah tidak sempurnanya manusia. Mereka bisa juga hanya melakukan pencitraan agar mereka disebut dirinya orangtua yang sukses dan berhasil. Atau, kalau mau berpandangan buruk, mungkin mereka menutupi keresahan hatinya sendiri karena kenyataannya anak mereka sangat bandel, malas, dan bodoh.

Ada banyak alasan orangtua melakukan pencitraan agar masyarakat memandang bahwa anaknya adalah anak yang baik dan hebat. Kita tidak pernah tahu apa tujuan dan maksud mereka mengumbar seperti itu, jadi tidaklah perlu mengikuti cara mereka memandang anak. Ikuti saja hati nurani sendiri.

Kalaupun mau mengambil sisi positif, anggaplah bahwa mereka sedang mengingatkan bahwa anak kita penuh kekurangan dan sebagai orangtua harus berusaha lebih baik lagi. Bisa kan memandang dari sisi itu juga?

Hanya yang pasti, janganlah ikut serta dalam cara mereka menggambarkan anak sendiri sebagai anak yang sempurna dan tanpa kekurangan.

Alasannya karena,

1) hal itu tidak mungkin ada.
2) mengatakan hal seperti itu akan membuat orang mencibir dan menjauh dari Anda karena mayoritas orang pun tahu tentang no 1) tadi, yaitu tidak ada anak yang sempurna dimanapun karena lahir dari orangtua yang penuh ketidaksempurnaan. Mengatakan sebaliknya adalah sebuah bentuk kesombongan

Katakanlah kepada masyarakat apa adanya. Anak kita tidak sempurna. Mereka “sempurna” bagi kita para orangtua karena sudah hadir dalam kehidupan kita dan membuatnya menjadi “sempurna” dengan kebahagiaan. Bukan karena mereka makhluk yang sempurna.

Website | + posts